Thursday, January 5, 2017

Silaturrrahim from Australia to The United Kingdom

Salah satu hadiah terbaik yang aku bawa pulang ketika AIYEP berakhir adalah keluarga angkat. Nah, Cerita kali ini akan aku fokus kan ke satu keluarga angkat yang aku temui ketika aku mengikuti AIYEP tahun 2013 yang lalu. Mereka adalah Reid Family.

1.       Awal Pertemuan
Mari kita berkenalan dengan para tokoh utama terlebih dahulu. Reid Family terdiri dari:
a.       Chris (Ayah angkat). Chris berasal dari Inggris tapi sudah menjadi kewarganegaraan Australia dan bekerja di Australian Museum in Sydney sebagai experts and researcher, juga merangkap sebagai dosen di salah satu Universitas di Australia. Chris tipikal ayah yang protektif dan penyayang. Oh I miss him so bad. I will talk about him later.
b.      Evi (Ibu angkat). I called her Ibu Evi. She is Indonesian, Lampung tepatnya. Ketika masih di Indonesia, Ibu Evi mengajar di Universitas Indonesia. But not anymore. She concerns about sociology, feminism, and social community. Dan beliau menyelesaikan gelar master dan doctor di Australia dan berkeluarga disana.
c.       Ewan (Baca: Yiwen. Adik angkat). I called him “big brother”. Haha. He is much younger than me. Tapi karena tinggi badan kita sama (padahal dia masih SMP waktu itu), akhirnya dia ikhlas dan pasrah aku panggil big brother. Bareng dia, aku merasa stupid. Dia tipikal anak yang malas belajar (kata emak babe nya) tapi pinter. Sebel banget engga sih, kebalik abis sama aku yang harus usaha keras belajar supaya jadi tahu. Huft. Anyway, I am a super proud sister. Haha.




Reid family offers the warm relationship when I was in Sydney for the first time. I lived with them and shared many things including interest, culture, language, etc.
Suatu hari, aku pernah pake baju kaos tebel warna biru soft yang tulisannya “Cambridge, United Kingdom”. Muncullah percakapan diantara kita berdua waktu itu.

Chris      : Nurul, have you been to the UK before?
Me         : Nope, why?
Chris      : Did your friend give the jumper for you from the UK?
Me         : Nope. I bought it in Aceh. Why?
Chris      : Because I am from the UK. Scotland. My Mum lives there. Your jumper reminds me of my hometown (Smiling)
Me         : oh you are from Scotland.
Chris      : Let me show you the album of my family.

Jadi hari itu kita ended up ngeliatin album foto keluarganya yang di Scotland dan aku amaze banget dengan pemandangan yang disuguhkan. Gila. Bagus banget! Yang aku inget waktu itu aku cuma “pengen” kesana tapi enggak tahu kapan dan bagaimana. Intinya Cuma “pengen aja”. Dan akhirnya aku tahu bahwa si ayah angkat ku ini aslinya orang Inggris yang udah jadi kewarganegaraan Australia. Begitu juga dengan ibu angkatku. Asli Indonesia tapi udah kewarganegaraan Australia (waktu itu belum permanen sih, tapi aku engga tau yang sekarang gimana).

2.       Stay in touch
Nah, setelah program berakhir, kita masih keep in touch. Kirim-kiriman foto terutama foto my big brother yang kali ini bener-bener udah big and tall, plus handsome. LOL. He is growing up before my eyes. Dan aku ngirimin balik foto foto pas aku wisuda dan occasion lainnya.

Ketika aku memutuskan untuk melamar beasiswa dan Alhamdulillah keterima, mereka luar biasa bahagia nya, terlebih ketika mereka tahu bahwa aku lulus beasiswa Chevening. British Government Scholarship. Dan ucapan selamat dari Chris waktu itu bikin aku netes. Lebih kurang Chris bilangnya gini “beasiswa ini sangat kompetitif Nurul dan sangat prestisius. Kamu sudah berhasil melewatinya berarti kamu sudah berusaha sangat keras. Well done and you deserved

To be honest apa yang Chris bilang itu mampu merangkum semua pahit yang aku alami, ups and downs selama setahun, berwara wiri kesana kemari dengan penuh tanda tanya dan ketidakpastian, dan akhirnya Chevening seolah menjadi hadiah dari semua usaha keras yang aku jalani. Bak oase di padang pasir. Kepasrahan dan tawadhu kepada sang Pencipta. Netes. Oke, abaikan. Intinya gitu. Haha.

Kemudian, Chris nanya aku bakal sekolah dimana. Aku bilang aku masih milih antara dua, either di London or di Manchester. Besoknya, dia nge-email aku tentang beberapa konsiderasi diantara kedua pilihan tersebut yang pada akhirnya Chris merekomendasikan untuk lanjut sekolah di London. Termasuk karena faktor keamanan dan kenyamanan. Dan sebelum merekomendasikan, Chris udah melakukan berbagai research. And I was like “moved”. Chris juga bilang kalau adik nya adalah dosen Arkeologi di University of College London (UCL) dan tinggal di London. So I am able to meet his brother there. I feel like I have already had family in the UK before going there.

The last thing He told me that (at that time) that he has Mum living in Scotland. And I said I would like to visit her. Now, here I am. Somewhere in Scotland. Eventually, aku bisa ngerasain secara langsung apa yang aku lihat di album keluarga nya Chris pas aku di Aussie dulu. Allah maha Hebat! Enggak nyangka bahwa selintas kata akan menjadi sebuah kenyataan.

3.       From Australia to the UK
Aku bergerak dari London ke Dumfries (part of Scotland) by the train. Aku disuguhkan pemandangan yang ……… KEREN ABIS…….. sepanjang perjalanan. Padahal malemnya aku cuma tidur 4 jam dan berencana untuk tidur di train. Tapi apa daya, pemandangan dari jendela kaca menyihir mata aku to stay awake. Begitu nyampe di stasiun tujuan, akhirnya aku bertemu dengan Nenek Jean. Ibu nya Chris. I called her Jean. Itu kali pertama aku bertemu dengan Jean. Jean kelihatan sudah sangat tua tapi masih bisa mengendarai mobil. Lidahku tu udah gatel banget mau nanya usia nya berapa. Tapi tahan, tetep aku tahan. Haha.

Personally, I love Jean so much. She treats me very well and she is so kind. Even in the second day, kita udah ngobrol banyak hal. Termasuk, ternyata Jean adalah salah satu saksi Perang dunia kedua. Oh God. Ada sudut pandang kesedihan di mata Jean pas ngomongin masalah perang, gimana dia harus mengungsi ke satu tempat ke tempat lainnya dan itu berefek kepada keseluruhan hidupnya. Dan aku akhirnya angkat bicara sedikit tentang konflik Aceh dengan tujuan adalah untuk menyampaikan pesan bahwa even kita beda generasi, different culture-language-faith tapi we have something in common, and I could understand you because I have been on that similar situation. Percakapan cukup serius untuk diobrolkan di depan meja makan. Tapi bonding kita makin terasa.

Kita berdua juga sempet videocall dengan Chris, Ibu Evi dan Ewan di Aussie sana untuk ngasih kabar kalau aku udah di kampung halamannya Chris dan bertemu dengan Jean. I took a wefie while we were having videocall. It was so nice having family here. 




In summary, AIYEP merupakan harta berbentuk pengalaman yang tak ternilai untukku. AIYEP menjadi jembatan untuk memperluas keluarga dan mengkoneksikannya satu sama lain. Dan Chevening menjadi jembatan bersambut untuk menjadikan semua koneksi ini menjadi satu dan nyata.
Dan pada akhirnya hatiku dibuat menangis dan bahagia oleh sang maha pencipta. Dia meng-kun fayakun-kan jalan yang terbaik untukku because He knows the best. Alhamdulillah!

Allah ku, Terimakasih. Nikmat ini semoga tidak membutakan mata dan hati. Malah sebaliknya, semakin mendekatkan kepada sang Maha Pengasih.

No comments:

Post a Comment